Faktor Penentu Pengembalian Nilai Tukar Rupiah
Faktor Penentu Pengembalian Nilai Tukar Rupiah
Nilai ubah merupakan tidak benar satu indikator ekonomi yang berperan mutlak dalam menentukan keadaan perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia. Kestabilan nilai ubah merupakan refleksi kestabilan neraca perdagangan, penerimaan dan transfer tunai antar negara. Ketika terjadi depresesiasi nilai tukar, aktivitas impor dapat semakin mahal dan merusak keseimbangan neraca pembayaran. Selain itu, nilai ubah yang stabil mencerminkan stabilitilas makroekonomi. Lebih jauh lagi, kestabilan nilai ubah menciptakan iklim investasi yang kondusif serta menaikkan keyakinan investor.
Indonesia merupakan negara ke-empat bersama populasi terbesar di dunia bersama kuantitas penduduk lebih dari 260 juta jiwa serta menjadi negara bersama ekonomi terbesar di Asia Tenggara bersama nilai PDB lebih dari USD 1000M pada th. 2018 (Trading Economics, 2018). Selain itu, Indonesia termasuk dalam negara G20 dan menjadi 10 negara bersama paritas energi beli tertinggi (The World Bank, 2018). Namun demikan, volatilitas mata uang rupiah terlampau tinggi dan rentan pada segi internal serta external IDNPEDIA .
Selama periode 1983-2018, nilai rupiah terdepresiasi pada Dollar Amerika Serikat sebesar 1.436,8%. Berdasarkan pentingnya pemahaman pada segi yang merubah nilai ubah dan pengalaman terdepresiasinya nilai ubah rupiah, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat merubah nilai ubah rupiah.
Data dan Metode Penelitian
Penelitian ini memakai knowledge runtut harian waktudari 4 April 1983 sampai 14 September 2018 yang terdiri atas 92.500 sampel observasi sepanjang 35 tahun. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nilai ubah rupiah pada dolar Amerika Serikat yang ditransformasikan dalam wujud log tingkat pengembalian nilai tukar. Penelitian ini memakai sembilan variabel berdiri sendiri yang terdiri dari harga saham, harga saham, harga emas, harga minyak, harga komoditas, inflasi, neraca pembayaran, nilai ekspor, US Treasury bill 1-year rate, dan US federal fund rate. Data dalam penelitian ini diperoleh dari web resmi laporan Bursa Efek Indonsia dan Bank Indonesia.
Penelitian ini ditunaikan bersama metode Westerlund Narayan Flexible Generalised Least Squares (WN-FGLS) estimator yang merupakan pengembangan dari Westerlund and Narayan (2015). Pemilihan metode WN-FGLS berdasarkan kebolehan type dalam mengakomodasi keberadaan persistensi, endogenitas dan heteroskedastisitas pada knowledge penelitian. Penelitian ini termasuk laksanakan dua pengujian out-of-sample forecasting yaitu relative Theil U (RTU) dan out-of-sample R-Squared (OOSR2) yang memiliki tujuan untuk membandingkan performa konsistensi type yang digunakan dalam penelitian ini dalam memprediksi segi penentu tingkat pengembalian nilai ubah rupiah.
Hasil Penelitian 100 juta won berapa rupiah
Penelitian ini mengutarakan bahwa sembilan variabel berdiri sendiri yang digunakan dalam penelitian ini terbukti tidak berarti berpengaruh pada nilai pengembalian nilai ubah rupiah. Lebih jauh lagi, penelitian ini membagi knowledge out-of-sample menjadi tiga jatah knowledge yaitu 25% (11/04/2009 – 09/14/2018), 50% (12/25/2000 – 09/14/2018) dan 75% (02/12/1992 – 09/14/2018). Hasil pengujian menunjukkan bahwa sembilan prediktor gagal memprediksi nilai ubah rupiah secara signifikan. Pengujian konsistensi type penelitian ditunaikan bersama memakai OOSR2 dan RTU, secara keseluruhan diperoleh bahwa hasil penelitian in-sample dan out-of-sample menunjukkan hasil yang konsisten.
Penelitian ini laksanakan pengujian Robustness check untuk hindari periode krisis bersama membagi tiga sub sampel penelitian yaitu periode sebelum akan krisis (04 April 1983 – 14 Agustus 1997), krisis (15 Agustus 1997 – 31 Desember 1998), dan setelah krisis (01 Januari 1999 – 14 Januari 2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga saham dan inflasi terbukti secara berarti berperan sebagai prediktor nilai ubah rupiah sepanjang periode krisis dan setelah krisis. Sedangkan variabel harga komoditas dan US T-bill rate secara berarti berpengaruh pada nilai ubah rupiah sepanjang periode sebelum akan krisis.
Hasil penelitian mengutarakan bahwa kesembilan variabel yang digunakan terbukti tidak berarti dalam memprediksi tingkat pengembalian nilai ubah rupiah. Namun, setelah mengklafisikasi knowledge bersama memperhitungkan Asian Financial Crisis (AFC), diperoleh hasil bahwa segi eksternal layaknya US T-bill rate berpengaruh berarti pada nilai tukar. Sedangkan segi internal terdiri dari harga komoditas dan inflasi. Penelitian ini mengindikasikan bahwa inflasi merupakan tidak benar satu segi mutlak dalam menentukan kestabilan nilai tukar. Oleh dikarenakan itu, Bank Indonesia dapat merumuskan kebijakan yang mendukung kestabilan moneter.
Implikasi Penelitian dan Kontribusi pada Ilmu Pengetahuan
Implikasi dari penelitian ini yaitu dikehendaki dapat menjadi saran bagi regulator dalam menerapkan kebijakan moneter bersama merawat kestabilan harga komoditas dan inflasi. Selain itu, secara teoritis penelitian ini memberikan kontribusi pada penelitian pada mulanya bahwa segi eksternal layaknya US T-bill rate berpengaruh pada nilai ubah domestik. Lebih jauh lagi, krisis berpengaruh berarti pada perbedaan hasil penelitian. Oleh dikarenakan itu, saran bagi penelitian selanjutnya yaitu dapat laksanakan penelitian yang secara spesifik mengidentifikasi segi penentu pengembalian nilai ubah sepanjang periode pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) pada kestabilan finansial ekonomi Indonesia.
Komentar
Posting Komentar